LIFE LIFE LIFE

we do nothing except trying alive

Jumat, 30 April 2010

.hidup.

Tuhan datang berkata nyawa
semburat cahaya mewarnai telaga
repih resap menyelubuk jiwa
dan hiduplah merupakan fana

seakan tak pernah lelah berupa
memandang dan berbahagia
pejamkan mata lalu rasakan segala
orang buta bisa lebih bermakna

dirasa muka lelah mulai tiba
alur talian ini entah lama atau tidak
fajar selalu menyongsong setiap pagi
dan hidup masih bersama hari ini

kala ada lelah berusaha
mati terasa lebih baik saja
tapi ada terus lelah
dan merasa waktu tak pernah cukup jua

berjalan terus tak berhenti
seperti merasa sudah benar diri
tak tahu kita sedang dinasehati
Tuhan kirim semua cobaan ini

satu saja yang bisa melegakan hati
sebenarnya bukan cinta yang selalu diserukan remaja zaman ini
hanya satu keikhlasan di hati
yang dapat memberi keringanan saat maut datang nanti...

Rabu, 28 April 2010

Awal Puisiku Yang Baru

Mengapa awan tak pernah menyingkapkan tirainya
Mengapa pelangi tak kunjung datang menunjukkan dirinya
Mengapa aku selalu tak berdaya
Lalu hanya berupaya adanya

Telah lama rasanya mentari hinggap di bahu bumi
Tak kunjung tiba waktunya ia ada di hati kami
Lama sekali rasanya aku tak berpuisi
Namun kini ternyata ia berada di halaman ini


Manusia berupaya semampunya
Aku ada manusia yang berupaya
Namun selalu merasa tak pernah semampunya

Tuhan melihat dari atas sana
Hamba-Nya tak pernah berdaya
Namun sesungguhnya ia selalu menumbuhkan di doa


Adakah waktu di kala aku kehilangan kata kata
Ialah yang membuatnya
Adakah waktu aku kehabisan kesempatan
Seakan aku tak pernah berupaya
Namun pernahkah aku sesungguhnya percaya
Bahwa selalu ada kesempatan kedua...

Senin, 26 April 2010

Kasih Sayang, Cinta?

Aku mendapat waktu untuk berpikir selama tiga hari kemarin.
Tiga hari yang begitu singkat untuk dijalani dan dihabiskan,
namun tiga hari yang panjang untuk banyak pemikiran...


Yah, seperti apa adanya diriku -kodratnya- aku selalu berpikir. It feels like everywhere I am, I think about something, entah itu ada hubungannya dengan kondisi, keadaan, situasi saat aku berpikir maupun ngga ada hubungannya sama sekali...


Sebenarnya mungkin lebih tepat jika aku mengatakan bahwa semua pemikiranku kemarin juga termasuk tumpukan pikiran yang tidak boleh aku pikirkan selama aku sedang sibuk mengurus sesuatu -hal penting yang tidak main main- yah wajar sih memang.


Yang baru saja aku pikirkan lagi tadi pagi adalah mengenai kasih sayang. Bagi seseorang yang sudah mengenalku dengan begitu pasti, dekat, sahabatku, pasti bisa langsung menebak mengapa aku bisa sampai berpikir mengenai hal tersebut. Kalau dilihat sekilas, mungkin disangka karena aku terus memegang komik serial cantik terus sejak tiga hari yang lalu. Namun sebenarnya ada yang lebih terlihat jelas. Tiga hari yang lalu aku berada di kota dimana aku dibesarkan selama ini. Hingga kemarin malam barulah aku memutuskan kembali pulang ke kota dimana aku sedang menuntut ilmu sekarang ini. Tiga hari di rumah selalu memberikan sesuatu untukku. Yang pasti tak pernah lupa untuk kurasakan adalah kasih sayang.


Percaya atau tidak, dari tadi pagi aku terus melantunkan dalam hati lirik "Kasih Ibu"... Sungguh mengena liriknya dan terus menggema di dalam hatiku. Tak pernah akan kusangkal memang kalau Ibuku adalah hartaku yang paling berharga. Ibu. Keluargaku. Ingin menangis jadinya. Hahahahahahahaha.... *tapi malah ketawa* Tapi tak perlu juga mama meragukan perasaanku kepadanya. Yahhh... konflik orangtua vs anak bukanlah hal yang asing namun keberadaan konflik tersebut bukan berarti tidak adanya kasih sayang yang terjalin antara mereka. Dalam kasusku, keadaanku, positif tidak.


Lalu barusan saja aku terpikir bagaimana jika aku akhirnya bertemu dengan seorang pasangan hidup yang tidak bisa menyayangi keluargaku juga. Wah, jawaban pasti. Mungkin dia perlu ke laut dulu.


Sebenarnya apa sih yang membuat aku selalu ingin menangis hingga tak ingin berhenti ketika aku memikirkan orang-orang yang aku sayangi? Karena aku begitu menyayangi mereka kah? Karena mereka begitu berharga untukkukah? Well, it could be... Tapi ternyata yang paling benar adalah karena aku begitu takut kehilangan mereka. Hahahahahaha... Ternyata dibalik semua opiniku yang selalu aku pikirkan masak-masak selama ini ada jawaban yang begitu nyata, bisa dikatakan berada di kulit terluar lapisan pikiranku namun tak pernah kusentuh. Tentu saja karena aku takut jawaban itulah yang paling benar. Dan memang tidak ada lagi yang paling benar. Aku penakut murni.


Jangan ambil contoh keluarga. Ambillah contoh mengenai seseorang yang aku sukai selama ini.


Semasa smp ada sosok yang selalu kunanti kupuja dan kutunggu. Sayangnya aku bukan ternyata memang hanya menunggunya dan tak pernah berharap lebih. Mengapa? Karena aku tidak takut kehilangan dirinya. Sekarang. Atau mungkin karena sebenarnya ada yang lebih menyita pikiranku? 


Tiga tahun -mungkin bisa dibilang selama itu, lama yaa- hadir orang ini. seorang yang aku putuskan untuk kusukai. seseorang yang membuat aku merasakan banyak hal mulai dari yang paling menyenangkan -enggan untuk mengakui tapi memang benar- hingga hal yang membuatku ingin membencinya dan begitu menyesal bertemu dengannya. entah sudah berapa banyak air mata yang keluar untuknya. entah berapa.... kenangan yang tidak bisa dibilang buruk namun juga tidak bisa dibilang baik. namun karena aku sudah begitu muak, aku ingin mengatakan ini kenangan buruk saja. sayangnya, tidak bisa. Apakah aku takut kehilangan orang ini? sebenarnya ya. namun aku memang tidak bisa berharap dan mengharapkan apapun darinya. hanya bisa mengharapkan ia baik-baik saja dengan hidupnya. hanya berharap ia tidak menyakiti orang lain tanpa ia sadari. selalu berharap akhirnya ia bisa memaafkan segala kesalahanku selama ini. itu selalu tertidur dalam hatiku. Aku selalu berusaha menepis segala perasaan tentangnya. Sekarang. Namun perasaan terhadapnya sudah pernah terbentuk begitu kuat di dalam hatiku dan tentunya tidak dapat begitu saja disingkirkan adanya.


Satu setengah tahun yang lalu ada lagi seseorang yang membuatku ingin menghilang saja daripada melihat ia dengan orang lain. yang membuat aku belajar untuk mendoakan yang terbaik untuknya meskipun hati ini akan selalu sakit rasanya. Masa paling buruk. Aku hebat karena sudah melaluinya. Aku takut kehilangan dirinya. Dulu. Sekarang? Sudah tak peduli. Malah jatuh benci sekali.


Tiga contoh di atas. Pertama hanya rasa penasaran dan yang ketiga berujung benci. Meskipun yang contoh yang terakhir itu membuat aku merasa begitu jatuh, tapi contoh kedualah yang paling sulit dihapus. Aku masih belum menemukan jawabannya.


Kecewa. Sedih. Tangis.
Mengecewakan. Menyedihkan. Menjadi Kejam.
Bagiku,
semuanya luluh dengan kasih sayang.
kasih sayang adalah dasar yang begitu kuat.
Namun tangis yang sebenarnya,
adalah karena takut kehilangan apa yang begitu kita cinta itu...


Mungkin aku menangis saat memikirkan sesuatu yang aku merasa tidak perlu kutangisi karena menurutku tak ada harganya sebenarnya adalah aku menangis karena telah kehilangan kenangan menyenangkan dengan sesuatu yang menjadi tak berarti lagi itu.


Kelamkah hatiku ini?
Atau banjirkah kelopak mataku ini?


Aku Selalu Berharap yang Terbaik untuk Kalian Sayang...
Aku Berharap yang Terbaik untuk Cinta...






Mungkin,
jika saat ini aku bertemu dengan orang itu lagi,
keadaan bisa berubah lagi,
semuanya memang tergantung pada kekuatan hatiku...

Jumat, 16 April 2010

saat dimana kita menjadi satu kesatuan

Kita semua tentu tau apa itu arti dari kesatuan? Kelompok. Kumpulan. Dan mengatur maupun mengoordinasikan suatu kelompok itu tidaklah mudah.

Kalau dihitung, memang saya masih terlalu hijau dalam pengoordinasian seperti itu. Namun pengalaman yang masih sedikit seperti ini pun sudah bisa membuat saya memberikan pendapat.

Ketidaksempurnaan manusia menyebabkan suatu penggarapan pun takkan pernah sempurna. Sebaik apapun perencanaan akan sesuatu, ketidaksempurnaan ini pasti ada, cacat pasti timbul. Sebaik apapun isi kepala yang berkumpul, ada saja lubang yang menganga. Ini anggapan kepala terbaik dan rencana baik.

Bagaimana bila rencana tak maksimal? Bagaimana jika perencanaan kurang matang? Bagaimana jika koordinasi kurang? Banyak yang sebenarnya tak mengerti? Banyak yang saling caci maki, menghina, dan menyakiti? Bagaimana jika ada suara yang tak didengarkan? Bagaimana jika ada ketidakadilan? Bagaimana semua pertanyaan ini dijawab? Bagaimana jika takkan pernah ada jawaban yang memuaskan? Bagaimana jika semua ini memang tiada akhir?

Lalu apa yang harus kita lakukan? Sebenarnya justru sebenarnya bukan semua itu yang kita pertanyakan namun apa yang kita bisalah yang harusnya kita pertanyakan.

Jadi jawabannya hanya melakukan apa yang kita bisa. Hanya mengerahkan semaksimal mungkin kemampuan kita. Hanya berusaha demi memuaskan batin kita. Hanya demi ketenangan hati kita.

Matang.

Dan terus maju ke depan.

Rabu, 07 April 2010

Kalut

Apa yang kau rasakan?
Saat tenggelam dalam gelap,
Sendirian?

Disana kita bisa memejamkan mata,
Disana kita bisa menatap lurus sejenak menata pikiran,
Dan disana kita bisa dipeluk untuk menangis...

Apa yang kau rasakan?
Saat kau bertemu dengan perbedaan dimana kau bertemu dengan ujung kesatuan yang haram ada perbedaan,
Dan kau masih sendirian?

Disana aku jadi ingin menangis,
Disana aku jadi tak menentu,
Disana aku jadi bingung,
Dan dadaku pun mendadak sesak luar biasa...

Apa yang kau rasakan?
Saat semua suara menyeru dan kau punya perkataan untuk dilontarkan namun penuh keraguan karena merasa tak ada kepercayaan dengan mereka,
Dan disini kau seperti sendirian?

Aku jadi begitu berpikir,
Aku jadi begitu tak mengerti,
Aku jadi tak berdaya,
Karena aku selalu merasa suaraku tak didengar...

Di tengah hujan yang nyaman ini,
Ternyata ada sesak yang mampu timbul jua...

07 / 04 / 2010

Minggu, 04 April 2010

Tulisan di Tengah Hujan - Part.5

Sedih. Sesengukan. Hujan.

Ah, benang merah itu lagi…

Namun benang merah itu harus sedikit aku nodai. Benang merah yang pada umumnya kujalin ialah : hujan, merenung, blackberry. Kini salah satu dari mereka harus pergi. Bagaimana bisa? Sebentar, akan segera kukisahkan.

Siang tadi aku ikut seperti undangan gosip setelah kuliah kami hari ini akhirnya berakhir. Duduk di salah satu sisi yang terdapat bangku di depan kelas kesayangan kami-bukan karena kami benar-benar senang namun karena kami sering sekali kuliah di kelas tersebut-dan tak lupa mengajak salah satu teman sejurusanku yang memang sudah kujanjikan dua-tiga buah cerita. Dan aku memulai dengan yang paling awal kuingat. Dan yang paling krusial untuk segera disampaikan. Awalnya mencari solusi. Akhirnya saling mengutarakan cerita. Ah, dasar kalian ini terlalu wanita. Hahahahaha… satu-dua hal lain pun entah mengapa terasa hambar untuk jadi disampaikan tadi. Cukup sebal. Tapi ya sudahlah…

Dari sana kami mobilisasi menuju kantin arsi. Aku tak ada hasrat untuk jajan. Jadi hanya berputar-putar mengganggu teman-teman. Hahahaha… mungkin karena itulah saat aku duduk lagi aku merasakan ada yang menetes dalam tasku. Kualat? Memangnya aku melakukan apa? Lebih baik jangan berkata seperti itu. Nasib malang yang begitu naas yang begitu ingin datang tiba-tiba pada hari ini.

Minuman yang aku bawa dari rumah sudah terbuka tutupnya dan airnya sudah tinggal seperlima-atau seperenamnya. Kitab penting tepat kubersandar saat ada ujian sedikit basah. Buku catatan kecil basah. Buku pengeluaran sehari-hari basah. Tempat pensil, tempat handphone, tempat kacamata sepertinya terlatih untuk menjadi benda yang tahan-air. Payung cantik pemberian ibuku yang masih sangat baru cukup basah. Oh ya, aku bawa mukena. Dan basah kuyup-lah ia.

Yang paling naas baru akan kusampaikan sekarang. Benang merah yang biasanya menjadi wahana penulisanku akhir-akhir ini. Tidak basah kuyup. Hanya ada setetes-dua tetes air padanya. Namun tak lama setelah aku tengok dirinya, ia mengedip sejenak lalu mati. Tuts-tuts huruf masih memiliki lampu yang menyala menyinarinya. Namun layarnya, mati.

Saat masih bersama teman-teman, aku masih merasa tak apa-tak apa, nanti pasti bisa aku atasi. Namun saat aku sudah sendiri di kamar kosan dan tak mampu melakukan usaha yang memberikan hasil, aku putus asa. Secepat itu? Ya. Entah berapa lama setelah aku merasa semakin panik, kamar kosanku hanya berisi suara tangisanku.

Dan aku sangat membutuhkan teman. Sahabatku sayang. Dua perempuan ini yang langsung terlintas di dalam pikiranku. Namun aku tak langsung menghubungi mereka. Hanya sempat memikirkan. Dan aku belum sholat. Mengapa aku tak mengadu kepada Yang Maha Esa saja? Aku pun mengabil air wudhu. Entah kapan tepatnya, sahabatku ini ternyata mengirimi aku pesan. Dan aku berkeluh kesah saja sedikit padanya. Dan panikku perlahan pergi ketika ia datang dan membantuku mencarikan solusi.

Setelah banyak mondar-mandir kamarku-kamarnya, aku ingin ke kamar mandi. Ada yang tertahan. Dan kami menertawai alasanku itu. Dan di kamar mandi-yang memang selalu menjadi tempat inspirasiku keluar ini-aku berpikir. Dan berhasil merangkai kata untuk bisa menulis lagi. Karena selama aku terkubur dalam tangisan panikku, aku berpikir bahwa aku pasti tak bisa menulis lagi. Yah. Menyedihkan. Namun kenyataannya seperti itu. Awalnya.

Sebenarnya aku justru bisa bercerita. Meskipun aku tidak bisa menemukan hikmah sedari tadi tapi-walaupun aku tak percaya saat aku sedang dirundung kelabu-aku pasti bisa menemukan suatu hikmah, manfaat. Dan karena aku Leo. Karena aku anak mama-papaku. Karena aku cerdas. Karena aku kreatif dan inovatif. Karena aku makhluk ciptaan Tuhan-ini yang paling benar. Jadi aku pun BISA.

Dan malam menjadi begitu dingin karena hujan yang mengiringi. Meskipun hujan sudah berhenti sedari tadi, malam masih terasa dingin. Terlalu dingin.

Salah satu pertanyaan di atas sempat terlontar berulang-ulang di dalam pikiranku. Apa yang membuat aku menjadi begitu khilaf? Apa yang salah selama ini?

Mungkin jawabannya karena aku kurang mengontrol diriku. Manja. Mengeluarkan segalanya semauku. Kurang berpikir panjang. Terlalu santai. Tak mau berpikir lebih jauh. Tak mau mencari dengan giat. Tak mau giat berusaha. Buruk.

Melakukan hal yang tidak baik.

Kurang fokus.

Harus bisa disiplin.

Lalu aku berpikir. Karena kejadian seperti ini. Aku jadi teringat kembali perasaan deg-degan karena khawatir dimarahi ibu. Rasa cemas. Rasa bersalah. Rasa tidak ingin terlalu banyak menuntut apapun dari ibu. Sepertinya akhir-akhir ini banyak menuntut dan merepotkan ibu. Dan tidak mampu menunjukkan pada ibu bahwa aku mampu.

Lalu aku teringat saat bertemu teman lama yang kemudian memberitahukan aku mendapat semacam beasiswa. Wow. Hari itu cerah. Panas sempat terik malah. Meskipun lambat laun langit menggelap mendung. Namun aku sudah berhasil melewati satu hari itu dengan praktikum seharian. Berhasil. Dan ada berita mengejutkan seperti itu. Wow.

Sayangnya aku lupa untuk mengambil bagianku itu karena terlalu sibuk mengurus ini-itu. Dan akhirnya saat aku menyampaikan berita ini kepada kedua orangtuaku yang sedang ada urusan datang kemari-sekaligus menjengukku-aku pun menyampaikannya dalam dua format data. Format yang excellent dan format yang error. Mau bagaimana lagi aku berdaya jika memang aku lupa.

Yang membuat aku heran. Pengumuman itu ditempel di depan kedua mataku berkedip. Persis. Dan aku tak melihat. Karena aku terlalu skeptis dengan anggapan aku akan mendapat kesempatan seperti ini. Padahal kalau aku ingin nantinya akan berlayar ke negara yang tak lagi berada di wilayah yang sama seperti sekarang ini aku berpijak aku sepenuhnya berlayar bersama jerih payahku. Namun sekarang aku heran ketika mendapat kesempatan mencicipi dulu awal-awal. Tak kusangka. Memang aneh sudah.

Terlalu banyak hal yang membuat aku lepas pikiran. Terlalu mudah aku beralih. Terlalu gampang aku berlari pergi dari tempat seharusnya aku berada. Sekarang aku masih jua bimbang harus berkata apa. Namun aku harus-pasti harus-mencoba mencoba mencoba dan belajar mengatasi semua ini dan mengendalikan diriku sendiri.

Dan memang semua orang harus bisa seperti itu. Mencoba dan belajar.

Pemenang belum tentu orang yang mendapatkan hasil terbaik ataupun tercepat. Pemenang adalah seorang yang mendapat begitu banyak pelajaran saat prosesnya. Dan pemenang adalah orang yang mampu bangkit berdiri menitih untuk berlari saat ia merasa sudah tak mampu lagi.

Itu menurutku. Banyak orang yang juga berpendapat sama.

Mungkin. Kisah ini berakhir di sini dulu. Mungkin kisah ini tidak ingin kulanjutkan menuju bagian-bagian berlanjut selanjutnya. Mungkin kisah ini akan berlanjut ke bagian lanjutan. Mungkin kisah ini sebenarnya tak pernah berlanjut atau melanjutkan dirinya. Kisah ini hanyut saja. Tapi takkan pernah hilang meskipun hanyut. Justru terkenang.

Ini tentang aku. bukan tentang siapa-siapa. Seorang mahasiswa yang masih belum stabil dan sering mengalami kebingungan yang tak sepatutnya sendiri. Namun juga seorang manusia yang mempunyai kewajiban dan hak yang sama dengan semua orang yang juga patut dihargai.

Terimakasih.

Maaf.

Dan akhir-akhir ini adalah saat yang sulit untuk mengucapkan dua hal tersebut.

Memang aku yang terlalu tidak menyadari diriku.

Dan aku masih mendapatkan dan terus akan mendapatkan pelajaran berharga dari kehidupan ini.

Bandung, 30 Maret 2010
Di depan salah satu benda kesayangan sambil berselimutkan dingin

Jumat, 02 April 2010

Perjalanan Pulang...


Aku di stasiun kereta. Entah mengapa, suasana ini terasa klasik bagiku. Keinginan untuk menulis yang begitu menggebu-gebu sejak semalam pun rasanya menjadi tumpah ruah saat aku memandang suasana stasiun kereta api malam ini.

Inginku awalnya tak disini. Namun setelah saat ini dan selanjutnya, aku takkan menyesal berada disini.

Awalnya sendiri menikmati suasana sepi yang kurasa di tengah keramaian ini. Namun tak lama kemudian ada seorang teman datang menyapa dan, ah, jadi aliran kata menyeruak dari dalam kerongkonganku.

Menunggu dan terus menunggu. Sampai bosan rasanya aku. Mendengar dengungan mesin kereta api yang serasa tiada henti seperti mendengar untaian senandung sebelum tidur. Jadilah aku : mengantuk. Padahal siang tadi aku sempat ketiduran di tengah kejaran tugas yang sudah diujung waktu pengumpulan.

Mengeluh dan terus mengeluh. Sampai kering rasanya kerongkonganku. Padahal tangan terlalu malas untuk mengambil dua botol minuman dengan jenis yang berbeda di dalam tas yang menindih jemari kakiku dengan beratnya.

Berpindah tempat berpijak dan tetap merasakan aura klasik yang sama. Entah mengapa, bagiku, menunggu di stasiun pada waktu seperti ini sungguh indah. Memiliki nilai estetika tersendiri dari mataku.


Lalu angin sejuk berhembus dari depanku. Menyapu wajah dan terasa sangat halus membelai telinga. Nikmat. Salah satu hal yang bisa menbuat dunia dijuluki surga. Surga dunia. Hanya saja saat seperti itu bisa dirusak hanya dengan sedikit kepulan asap rokok. Untungnya tak ada di dekatku sekarang ini. Sekali lagi. Nikmat.


Dan hujan tiba-tiba membasahi pemandangan di depanku. Tak lama berselang, pengumuman kedatangan kereta api yang kutumpangi datang jua. Tak sabar aku ingin langsung duduk dan bersantai di dalamnya. Juga menikmati santapan yang menggiurkan yang sudah aku beli langsung saat aku tiba di stasiun.

Temanku mengambil alih tasku. Yang harus dijinjing dan berat itu. Dan ada toshi-laptopku sayang-di dalamnya. Jadi terharu. Padahal saat kami beranjak untuk duduk, ia tidak menawarkan hal tersebut. Namun kini ia langsung saja mengambil alih tasku.

Musik familier di telingaku. Paramore. Dan tiba-tiba aku rindu 'Decode'. Ah, maaf terpotong sebentar.

Momen saat kereta tiba pun asyik sekali untuk dinikmati. Di dalam orang-orang bersiap untuk turun sementara kami yang di luar sudah tak sabar ingin naik. Aku tak sabar. Namun temanku menjernihkan pikiranmu. Membuat aku mempertimbangkan pilihan untuk tetap menunggu sebentar. Dan begitulah aku kemudian. Memandang orang-orang yang terlihat cukup repot di dalam dan berdesak-desakan di pintu menunggu giliran masuk. Tentu saja aku malas seperti itu.

Dan akhirnya disinilah aku. Duduk di seat number 11A di sebelah seorang pria dewasa yang mungkin seumuran dengan omku dan membawa handphone canggih di tangannya. Wow.

Dan disinilah aku. Sudah berpisah jalan dengan temanku. Sudah menghabiskan makanku. Sudah kenyang. Sudah seru menulis sambil menikmati musik di telingaku. Sudah cukup nyaman dengan posisiku. Sudah mengantuk.

Namun makanan ringan yang biasa dibagikan belum datang. Aku menunggunya datang dulu...

Jadi teringat suatu sore saat aku menjadi penumpang kereta yang sama seperti saat ini, pendingin ruangannya membuat aku menjadi begitu beku. Terlalu dingin sekali.
Malam ini hujan. Aku sudah persiapan dengan sweater wol tebalku. Belum terasa menusuk. Tidak tahu nanti.

Mataku semakin berat ingin terpejam.

Lalu aku teringat malam itu. Di saat aku dan orang itu hanya berdua. Seharusnya sibuk namun kami menggila. Dia gila kusadarkan dan kubuat ia kembali waras. Aku gila ia hanya menonton dan mengataiku yang macam-macam. Dasar.

Namun belum, belum, bukan malam itu kami mengalami keretakan. Bukan.

Melihat banyak orang yang juga sibuk membuatku berusaha untuk bisa sibuk juga. Malam itu. Namun aku entah jadi sibuk apa. Sibuk menilai dia mungkin.

Dan akhirnya ia menyinggung hal yang paling enggan aku singgung saat berbicara dengannya. Dan aku masih ingat apa yang dikatakannya. Hebatnya aku sanggup tak berkomentar banyak. Hebatnya aku cukup diam malam itu. Satu yang memang selalu aku junjung tinggi saat bersamanya. Aku tak ingin hubungan kami berubah. Terkadang, begini lebih baik dibandingkan lebih. Hubungan kami dari kacamataku yang berbeda model dengan kacamatanya terlihat begitu indah selama ini.

Aku dengannya entah merasa apa. Apakah semua orang selalu begitu pasti ada dan tak ada perasaan dengan seseorang? Well, aku masih tak mengerti tentang semua hal ini.

Tunggu. Aku mengambil sebuah selimut saat ada seseorang yang menawarkan selimut sambil berjalan di lorong yang tersedia di antara bangku penumpang kereta. Ini sewa? Oh aku ragu.

Dan ternyata memang sewa!!! Hahahaha... Sepuluh ribu rupiah untuk sebuah selimut sewaan apakah terlalu mahal? Hmm, tak apa. Sesekali. Lagipula aku mulai kedinginan. Hidungku mulai terlalu menusuk untuk bernapas. Oh tidak. Oh tidak lagi. Ada yang baru membuka makanannya. Aku tergiur. Hahahaha...

Kembali lagi padanya yang menurutku terlalu abstrak untuk dibaca. Dan terlalu mudahnya aku berharap pada seseorang hingga mampu melihat dirinya hingga sejauh ini. Tidak. Sejauh ini kami selalu menjadi teman. Akan selalu menjadi teman.

Aku dengannya tak selalu bahagia. Tengkar dan hina terkadang terlontar dari mulut kami. Namun aku tak tau kemana akhirnya semua ini bermuara. Harapanku biasanya. Namun terkadang ingin saja kubawa lebih. Entah.

Selimut ini cukup menghangatkan diriku. Bukan bayangan tentang dirinya yang kini membayangi diriku. Lagipula mataku sudah mulai menutup. Begitu mengantuk diri ini. Ingin tertawa saja tapi menghadapi kenyataan seperti itu.

Lalu setelah aku terlelap entah berapa lama. Dan ada beberapa pesan di ponselku. Aku masi belum sampai rumah. Dan sudah dua jam perjalanan aku tempuh.

Itls still so far away from home and I'm still soooo asleep. May I just go back to sleep?

Salah sati contoh yang paling nyata 'tak bisa dibangunkan di tengah tidur' adalah ibuku. Apa efek samping yang ada apabila kata dalam tanda kutip satu itu dilanggar. Get a headache. And it's painful. I don't like it by the way.

Ooooh. Masih mengantuk aku. Masih berada di kerangka besi yang melaju kencang di jalurnya. Dan masih belum sampai.

Kapan kita tiba pak pengemudi kereta?

Pak masinis juga ternyata tak bisa menjamin.

Jadi dibiarkanlah aku ini mengantuk saja. Hanya takut aku terlewat dari tempat tujuan. Repot jadinya, bahaya.

Lalu aku jadi suka melihat keluar jendela, ke tengah kegelapan malam. Sering kudisambut titik titik kecil cahaya namun aku lebih sering memeluk kegelapan. Gelap.

Ah. Aku masih senang berada di kerangka besi ini. Masih senang duduk di sebelah jendela malam. Masih senang mengantuk-antuk menunggu tempat tujuan yang datang. Namun ternyata aku mulai tak nyaman di sebelah orang itu. Maaf pak. Tapi serius, sudah tak nyaman. Jadi kangen seorang teman...

Aku melihat cahaya cahaya kecil itu berderet berbaris rapi. Indah.

Lalu kereta melaju kencang. Lalu kereta melaju lambat. Meninabobokan diriku. Semakin mengantuklah aku.

Dan tiba tiba sudah dekat. Aku tak dengar pengumuman karena terlalu kupingku sudah dipenuhi suara musik.

Segera bersiap.

Terburu-buru.

Panik.

Masih kecewa karena tak dapat kudapan.

Bandung-Bekasi
01 April 2010