LIFE LIFE LIFE

we do nothing except trying alive

Kamis, 14 April 2011

tulisan di Tengah Hujan - Part.9

Ada hujan deras terdengar dari sini. Dari keremangan kelas yang tak memili nilai kecil untuk masa depanku nanti. Di antara orang-orang yang kusayangi dan tak ingin kubenci. Dikekang tatapan duri. Saat mata memaksa untuk mengakhiri. Dan raga ingin yang lain lagi.

Hujan semakin deras terdengar. Mata semakin ingin menutup kelopaknya dan perut masih menggaruk-garuk dindingnya. Bapak dosen pengajar Foto masih membicarakan hal sama. Menarik namun agak rumit untuk dimengerti. Bukannya aku tidak ingin memperhatikan, hanya saja aku tidak sengaja tidak memperhatikan.

Mata semakin ingin menutup. Pikiran semakin melayang entah kemana. Untuk mulut masih menutup dan masih engga berkomentar apa-apa. Aku terkejut, bapak dosen akan memberikan tugas untuk kami. Maka marilah kemari agar saya semakin mengerti.

Kemudian diungkitnya ujian oleh beliau. Nilai yang kemarin saja masih rancu. Maka tak berani berharap lebihlah aku. Hawa dingin sang rintik air dari awan menyelimutiku. Mata pun semakin mendorong sang kelopak untuk menutup. Apakah yang ditunjukkan oleh bapak sudah tak terlihat atau aku yang sudah mengerti tapi masih tak pasti.

Petir mulai menyambar, hujan tidak mereda. Aku akan pergi setelah ini. Maka harus berlindung aku kemana lagi? Bapak aku ingin berteriak dan menjelaskan. Bahwa aku tidak ingin tak memperhatikan melainkan mengerti!

Lapar menganggu diri. Dingin menrasukin hati. Dan hujan memasuki nurani.

Berjalan pun waktu menuju pikiranku tertuju...

Hujan deras bahkan tak mampu menghalangi niatku. Wujud berparas pun takkan mengalihkanku.

Aku pergi ke tempat itu. Tempat tak menyala namun menerangi ragaku. Dimana aku mampu mengernyitkan muka dan menyunggingkan senyuman. Tempat aku bisa berputar dan menari tanpa henti. Jika jarum di dinding itu dibuang pergi.

Ada guruku. Ada temanku. Ada temanku. Ada temanku. Ada bayangan dirimu. Sepertinya kau takkan pergi atau menjauh. Hanya saja mengapa semua masih terasa tak pasti tentangmu. Mungkin ini semua hanya buatanku.

Semua tersenyum. Guruku. Temanku. Temanku. Temanku. Aku. Namun tak ada senyummu. Tak ada senda guraumu. Tidak ada yang menyebalkan untukku. Karena tak ada kamu.

Disini aku menari dan bernyanyi dalam hati. Mengisi jiwa ini dan menggerakkan raga duniawi. Sejenak hanya kau yang muncul tadi. Lalu kemudian hanya ada diri ini. Dan alunan melodi. Satu saja salah melangkah kaki, hancurlah akan semua alunan indah ini. Melodi ini tiada henti. Maka takkan ada yang bisa menghentikan kaki. Dan tubuh yang juga mengikuti melodi.

Melodi yang terus mengalun beserta hujan yang mengiringi..

Bandung, 14 April 2011

Senin, 11 April 2011

Tulisan di Tengah Hujan - Part.8

Baru jam 3 siang. Tapi aku sudah tidak bisa membaca tanpa menyalakan lampu di dalam kamarku. Tak lama kemudian ponsel bergetar dan berbunyi. Dan harus bergegas pergi. Lalu hujan terdengar tak hanya rintik.

Hujan. Plesiran.
Bukan dua paduan favorit aku. Apalagi kalau jalanan dihadapanku sudah penuh digenangi air dan hujan yang turun seperti tidak mau kompromi untuk berhenti.

Hujan. Kampus.
Baru bisa menjadi favorit. Pilar berbatu khas kampus membuat hujan terlihat semakin cantik. Dan bersyukurlah diriku yang mendapat gedung di bagian depan, karena perjalanannya dipenuhi pilar berbatu. Tidak seperti layaknya di bagian kampus utara, atau biasa aku sebut kampus belakang.
Hujan senang sekali menyiramkan kabut ke dalam mataku. Menimbulkan efek kelabu karena awannya. Hari cerah itu indah. Hanya saja awan yang kelabulah yang pantas mendampingi hujan. Dan udara sejuk perpaduan mereka juga menjadi favoritku. Angin dingin yang menggelitik tubuh. Hembusan udara yang membisik telinga. Indah dan menyenangkan. Mengosongkan pikiran. Menghilangkan gundah gulana.

Memang obat kehidupan yang tiada duanya. Lihat ke dalam dan kau akan menemukan kedamaian. Keindahannya akan selalu ada. Udaranya takkan menghilang.

Nikmati saja, tanpa perlu berpikir apa-apa. 


Bandung, 11 April 2011

Makna sesungguhnya dari Mario Teguh

Semalam terdengarlah quote indah dari seorang Mario Teguh :
Menarilah seperti tidak ada yang melihat, Menyanyilah seperti tidak ada yang mendengar, Mencintailah seperti tidak ada yang terluka


Well, awalnya tidak terdengar seperti sesuatu yang mudah dijalani. Karena mereka yang melihat tarian dan mendengar alunan melodi akan segera menilai. Dan dalam setiap cinta selalu ada luka. Memang sudah sewajarnya. Jadi perasaan ini sedikit berkata bahwa kali ini bapak Mario Teguh tidak terlalu membantu. Saya pun tidak mau melanjutkan memahaminya untuk mengerti lagi.


Namun ilham akan kutipan tersebut tiba-tiba muncul ke permukaan. Dalam sekejap makna sesungguhnya seperti terdengar, jauh lebih dalam, dan seperti biasa, selalu membantu untuk menjalani kehidupan. Ternyata saya masih belum bisa salah dalam menilai seorang Mario Teguh. Karena kini bahkan saya menangkap dua makna yang sangat indah dari kutipan perkataan beliau.


Penilaian dan luka memang akan selalu ada. Tapi bukankah dengan penilaian kita jadi bisa mengetahui dimana kesalahan kita dan memperbaikinya? Dan bukankah kita juga bisa belajar sesuatu dari luka yang kita dapat? Terlebih lagi, pelajaran dari sebuah luka akan memberikan hadiah kedewasaan yang dapat menuntun kita menjalani kehidupan. Saya rasa benar. Jadi saya yang tidak bisa melihat makna yang sesungguhnya dari kutipan di atas adalah seorang yang masih tertutup oleh rasa takut. Dan rasanya semua orang juga memiliki rasa takut. Hanya saja, biarkan tirai ketakutan itu terbuka dan kemudian kita akan dapat melihat banyak hal indah, tidak hanya dari sebuah kutipan melainkan juga dari perjalanan kehidupan kita ini. Hingga betapa indah juga sang cinta itu sesungguhnya. Jadi, bukalah tirai ketakutan.


Keindahan yang terdapat pada suatu hal tidak akan bisa keluar sepenuhnya apabila insan yang menjalankannya tidak bisa menikmati apa yang sedang ia rasakan. Bukankah kita menginjakkan kaki di atas bumi pertiwi ini dengan jiwa dan raga? Dan mereka berdua adalah dua elemen yang saling mendukung. Sehingga sebuah raga yang utuh dan sempurna tidak akan bisa menghasilkan suatu hal yang indah tanpa jiwa yang menyertai. Dan jiwa itu akan keluar sepenuhnya apabila kau sedang sendiri. Atau kau memejamkan matamu, berhubungan dengan ruangan jiwa di dalam dirimu. Kemudian kamu akan menikmati tarian yang kau tarikan, merasakan melodi yang keluar dari nyanyianmu, dan bersyukur akan cinta yang mengiringimu. Bahwa sebenarnya cinta dapat membuatmu lebih hidup menjalani kehidupanmu. Intinya, hubungilah ruangan jiwamu.


Menarilah seperti tidak ada yang melihat...
Menyanyilah seperti tidak ada yang mendengar...
Mencintailah seperti tidak ada yang terluka...


Cobalah seperti tidak akan gagal

Tulisan di Tengah Hujan - Part.7

Kamarku sudah gelap. Hanya tinggal nyala lampu belajar yang menggantikan remang-remang lampu pengantar tidur. Aku masih memikirkan dirinya.

Tak bisa tidur kutengok ponselku. Memikirkan teman-teman sekaligus ingin sedikit berkisah menjelang malam. Tentu saja kisah tentang dirinya.

Tubuh kurasa pilu dan perasaan terus tak menentu. Memejamkan mata tak juga menjadi jawaban indahku. Masih tentang dirinya.

Ku menatap langit kamarku. Tak berpikir. Lalu kudengar suara hujan menyirap. Tak kurasakan dinginnya namun kuterima rasa damai yang disampaikannya. Disampaikan oleh hujan.

Dan perlahan hujan membuai diriku, mengantar diriku menutup malam. Mulai kurasakan kata kata semakin terangkai tanpa bisa kularang.

Begitu inginnya aku merasakan pelukan hujan hingga aku memaksakan diri beranjak keluar kamar. Dan hujan seperti menyesap sejuk ke dalam kulitku juga terhirup hingga mendamaikan pikiran yang tak karuan.

Suara hujan semakin terdengar kencang. Deras tak tertahankan. Seperti kata-kata yang terangkai keluar saat ia datang. Tak peduli dimana kau sedang.

Kuterbaring di atas bantal. Begitu nyaman sendirian. Meskipun begitu kutak keberatan ada hujan. Yang menemani aku bermalam. Bahkan kurasakan angin yang datang bersamanya. Dan semakin merasa dibuai oleh hujan.

Belaian hujan menutup mataku perlahan. Ia menjatuhkan petikan musiknya dengan alunan. Membuka semua ketakutan. Dan menyembuhkannya. Sehingga semakin jauh ia memainkan lagunya, semakin ingin aku terlelap dan melupakan ketakutan yang ada.

Suaramu begitu indah. Aku jadi bisa melupakannya.


Hujan, sampaikan padanya, aku rindu ia...

Bandung, 10 April 2011