Hujan datang di tengah keramaian. Sehingga tak ada waktu lagi untuk sempat merasakan kesepian yang ada di lubuk hati terdalam. Celotehan semua orang selalu saja mengisi ruang. Tak memberi kesempatan hati untuk merindukan.
Sudah tak ingin lagi sesungguhnya ada harapan tentang ia. Sudah dikatakan oleh kami di dalam hati bahwa jalan sudah di ujung dalam pencapaian cinta. Sudah terlalu terasa lelahnya hati ini selalu memikirkan ia. Sudah terlalu lama hari ini berlari terbang ke angkasa dan kemudian juga jauh berdebam keras karena cinta. Sudah takkan ada lagi kecemburuan setiap kali ada orang lain bersama dirinya.
Namun ada hal-hal indah yang takkan mati tentang dirimu. Dan hari-hari seakan terisi oleh bayangan dirimu. Hati menolak terluka olehmu. Namun hari menghirup kehausan penuh dirimu. Bisa kuhentikan harapan penuh di hati akan kamu. Hanya saja tak pernah bisa kuhentikan kerinduanku padamu.
Tak kukatakan diriku berdiri di persimpangan. Aku sudah memilih suatu jalan dan menempuhnya. Namun bayangmu kuat dan tak pernah menyerah untuk selalu ada. Sehingga tanpa kusadari, sesungguhnya ku tak pernah berhenti memikirkan dirinya.
Menjerit di kala sepi. Menangis di kala sendiri. Perasaan memenuhi dada ini.
Hujan menitik di setiap kulitku. Aku berlari menghindarinya semampuku. Genangan air berlalu cepat di bawah sepatuku. Langit hanya menatapku sendu.
Hujan, aku rindu ia.
Hujan, aku baru bertemu lagi dengannya.
Hujan, aku tak ingin lagi berpisah dengannya.
Aku tak peduli lagi.
Jika rasa ini terus ada. Dan harapan mulai terasa nyata. Mungkin aku akan melangkah ke tempat yang berbeda.
Tuhan, siapakah ia?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar