Besok uts inderaja sama ATHL, tapi sekarang aku masih di kampus duduk di basement cc barat karena aku harus mempertanggungjawabkan jabatanku dan karena sekarang, HUJAN
Kemudian aku berpikir dan menghirup dalam-dalam udara di sekitarku. Merasakan benar-benar dinginnya selimut hujan.
Kesibukan ujian atau aktivitas lain akhir-akhir ini sudah membuat aku tidak sempat duduk sejenak untuk berpikir. Mungkin sebenarnya hal seperti ini juga sering terjadi pada orang lain. Namun ini saatku.
Banyak orang hilir mudik, datang pergi, mengurusi kesibukan mereka masing-masing. Sedangkan aku? Masih tetap menetap d sebuah kursi besi dingin dengan-aku sebut lagi-selimut udara dingin hujan yang turun...
Dan aku jadi tenggelam dalam kisah hidupku. Entah cukup menarik atau justru tergolong membosankan, yang pasti penuh gelombang. Ah... Aku tak mau membicarakannya, yang buruk membuat aku terjebak pasir isap yang kelam dan yang baik membuat aku membumbung tinggu tak ingat daratan. Jadi lebih baik hanya dikenang dan cukup menjadi pelajaran, dalam hati saja.
Aku yang selama ini terus mencari dan mengharapkan 'seseorang' sekarang sudah sampai pada suatu titik. Aku kemudian sadar. Bukanlah hal yang tak wajar kalau aku selalu penuh kebimbangan. Ingin stabil tapi selalu labil. Wajar saja. Toh aku bukan seorang perempuan separuh baya yang sudah kenyang mencicipi kehidupan, bahkan setauku perempuan seperti itu pun seringkali me-labil-kan dirinya. Kembali lagi, wajar. Life isn't something easy.
Ah, aku mulai senang menggunakan bahasa asing. Berarti ini semakin serius. Dan karena itu-juga karena orang yang kutunggu tak kunjung tiba-aku putuskan untuk beranjak dari bangku besi dingin ini. Meskipun hujan masih senang menderu.. Sebelumnya, sebatang coklat hendak kumasukkan dulu ke dalam satu-satunya pintu masuk di tubuhku menuju tempat dimana otak selalu menerima sinyal kelaparan-tanpa peduli aku akan menjadi gendut.
Derap suara orang-orang yang lalu lalang di tangga dan berpapasan denganku memenuhi diriku. Begitu juga alunan musik dari seorang adam saat aku melalui depan himpunan salah satu jurusan di kampusku.
Lalu lorong sipil. Kuno dan selalu menarik diriku untuk mencintainya. Dan sebentar lagi menuju lautan rumput nan hijau di lapangannya. Tempat terasik untuk praktikum dengan theodolite yang harganya bisa sama dengan 1 mobil keluaran perusahaan ternama.
Lalu melalui jalan yang paling sering aku lalui saat aku masih di tahun pertama dulu. Ingat sahabat-sahabatku. Ada yang tak akan pernah terganti.dan ada yang menghempaskan dirinya pergi. Yang pergi begitu dekat, yang masih ada begitu jauh. Kenyataannya seperti itu.
Dua sahabatku di sini ada yang tak akan kuragu meninggalkan aku pergi. Namun khawatir tetap khawatir. Dan aku sangat takut kalau aku sampai kehilangan mereka. Aku begitu sayang kalian.
Ada tiga lagi sahabat saya sejak SD-ah jadi bercerita tentang sahabat. Satu ada di Solo. Kami menjadi jauh lebih dekat jika kami bersama. Satu lagi di Depok. Universitas ternama di negara ini. Melahirkan tokoh-tokoh yang tak jarang mempunyai karier yang gemilang. Dian sastro pun dari sana. Kini giliran ia. Karena ia begitu lezat untuk diajak bersama. Semua hal. Satu lagi tak kemana-mana. Tidak jauh dari kota kami semua berasal. Memang dia pindah rumah ke Jakarta, tapi toh Jakarta, dekat. Saya sayang ia karena ia begitu mudah menjelma menjadi sosok kakak yang saya idamkan. Lebih dari kakak, ia juga bisa menjadi sahabat saya. Maka dari itulah saya jauh dari pikiran untuk menjadi kekasih sahabat saya. Tidak.
Ada lagi sekumpulan hawa yang bertemu di sma. Kami bertujuh. Kami pikir kami bisa selalu bersama. Tapi ternyata saya sudah tak bisa sejalan dengan salah satu di antara mereka. Sisa limanya? Hahahaha.. Saya terlalu malas mendeskripsikan lima anak hawa yang begitu bervariasi itu karena keterbatasan keypad hape saya-hape yang diidolakan semua orang yang ternyata kemudian saya miliki juga.-meskipun saya begitu suka menceritakan apapun tentang mereka. Satu hal-saya tidak menjanjikan lebih-yang bisa saya ungkapkan pada kalian. Kalian begitu berarti untuk saya.
Kali ini sekelompok kecil anak manusia yang bertemu di masa terakhir saya duduk di bangku smp. Tak banyak yang bisa saya kisahkan mengenai mereka. Mengapa? Karena mereka tak ternilai harganya dan tak terjangkau batas kata saya untuk mereka. You're the one of most wonderful things I've ever met in my life. Sayangnya, ajaran hidup selalu bertindak, kita tak bisa selalu terus bersama. Love you guys!
Inilah salah satu tujuan saya. Tentang sahabat yang datang dan pasti pergi meskipun takkan pernah terganti. Dan juga tentang 'seseorang'. Yah, sempat terlupakan tadi dan sekarang saya bayar.
Namun sblm saya lupa, saya ingin bilang kalau saya baru saja selesai les biola. Hal yang juga begitu saya cintai-hingga ingin mati jika harus sampai berpisah pergi-adalah menghabiskan sejenak waktu saya dengan vito. Firstly, let me introduce my lovely violin-i just have one now but I promise I'll have more-vito. Dulu mudah mewujudkan impian saya untuk bisa bermain biola, namun kini lebih banyak kendala. Awalnya saya bertekad untuk terus berlatih di 'wadah' yang ada di kampus saya. Tapi kemudian begitu sulit diwujudkan karena saya begitu terlena dalam kehidupan kampus.
Sebentar. Saya di dalam angkutan kota dan pak supir seperti begitu mengerti kalau saya butuh waktu lebih lagi untuk menulis karena ia tak melajukan seperti jalurnya yang semestinya. Meskipun saya harus membayar ongkos lebih, hahahaha...
Kembali lagi pada kisah yang berhubungan dengan vito. Saya sayang dirinya namun saya sangat tak sempat menyentuhnya. Hanya penundaan yang terus berulang mengenai dirinya. Lalu awal tahun saya bertekad akan menetapkan jadwal tetap membelai vito dengan mengambil les biola lagi. Dan seketika bertemulah saya dengan tujuan saya. Saya memutuskan tidak perlu lagi saya harus meminta izin ayah saya dulu. Bukannya berniat untuk menjadi anak tak berbakti, hanya saja ayah saya seringkali tidak mengizinkan saya. Padahal keinginan ini sudah sekian lama terpendam.
Maaf akhirnya saya baru sempat sekarang membayar hutang saya di atas..
Tak perlu pinta saya untuk menyebutkan berapa banyak orang yang pernah sempat sejenak singgah di pikiran saya. Yang pasti : BANYAK. Saya sampai sebal kalau ingat hal tersebut. Dan kini kalau saya boleh berkomentar, saya pasti akan terus bertanya-tanya apa alasan saya hingga saya bisa dengan begitu mudahnya terjerat akan pesona seseorang. Kalau ada yang penasaran bagaimana saya sekarang? Hm, tidak seperti dulu yang pasti. Sedikit-sedikit memang masih ada, namun itu karena saya masih sangat normal tentunya.
Ah, saya baru sampai di kosan. Saat akan masuk kamar, saya tergoda oleh ingatan balkon teras di lantai kamar saya berada. Dengan bekal sebotol yogurt kecil yang begitu saya sukai, berangkatlah saya dan disinilah saya. Sesuai ekspektasi saya, nyaman, enak, sejuk. Selimut hujan dan hawa dingin. Langit melindungi saya dengan tampilannya akan menyambut malam.
Saya yang sekarang bisa dibilang sudah tidak mengelu-elukan cinta seperti dulu. Karena kini saya punya jawaban untuk menenangkan hati saya, dari keinginan mencintai dan dicintai, dari keinginan menjadi seperti teman-teman saya, dari keinginan menjadi lebih berpengalaman, dan dari keinginan mengasihi seseorang lebih dan lebih lagi. Sementara ini. Sebenarnya saya sangat ingin membagikan kunci ketentraman hati saya, akan tetapi setelah saya timbang lagi, saya yakin, kunci setiap anak manusia berbeda. Kunci saya ini adalah kunci untuk jiwa raga, batin, nurani, hati saya. Sebut saja kunci jadi.
Mungkin saya tidak bertambah dewasa. Namun saya bertambah pasti. Dulu saya sering bertanya apa visi misi dan tujuan saya hidup-seperti betapa bingungnya saya akan pertanyaan saat sedang diseleksi menjadi anggota OSIS semasa SMA dulu. Tapi sekarang, semakin hari semakin saya menjadi pasti.
Ah, langit semakin gelap...
Dan adzan magrib berkumandang...
Saya sedang tidak solat...
Kembali lagi.
Saya yakin tuhan sudah mempersiapkan 'seseorang' yang saya cari. Dan saya akan terus mempersiapkan diri untuk orang itu. Tapi adalah sesuatu yang munafik kalau saya mengatakan kalau tak ada yang singgah di pikiran saya saat ini. Icha dan Ve pasti tau siapa. Bahkan mereka pasti bosan sekali terus mendengar saya berseru-seru tentang orang-orang ini. Hahahahaha... Jangan bingung atau merasa salah tangkap. Memang jamak. Memang tak hanya satu.
Saya ingin mengakhiri kisah singkat saya sampai di sini dulu. Bukan saya bosan bercerita, tapi terkadang beberapa hal memang lebih baik disimpan untuk kali yang lain.
Tulisan ini memang bukan kamera yang punya fokus. Tulisan ini memang sengaja dibuat tanpa fokus.
Ini hanya tulisan singkat yang dibuat di tengah hujan yang panjang dan kegiatan seorang anak manusia yang tak berhenti sejak tadi pagi.
Tapi tulisan ini tidak dibuat sejak tadi pagi.
Tulisan ini hanya dibuat di tengah hujan.
Hujan yang menyelimuti sang penulis.
Hujan yang banyak, indah, dan tak terlukiskan nilainya...
Yang menyelimuti saya, who's nothing.
Bandung, 17 Maret 2010
Adzan juga ikut berhenti
Pencarian thd seseorang pun juga dialami oleh setiap orang. Kata 'jamak' pun juga sering muncul ketika hati belum mendapatkan kepastian dan keteguhan. (itu juga dirasakan oleh orang lain..)
BalasHapusOleh karena itulah saya tidak berani memberikan hal yang lebih ataupun kurang kepada salah satu di antara 'jamak' tadi. Karena saya juga belum mendapatkan keteguhan dan keyakinan.
Semoga Allah SWT memudahkan jalan bagi umat Nya
(aplause) hebat euy maneh teh jago nulis euy!
BalasHapus-luft-