LIFE LIFE LIFE

we do nothing except trying alive

Kamis, 25 Maret 2010

Tulisan di Tengah Hujan - Part.3

Memangnya apa sih yang kita harapkan dari dunia ini?
Itu yang saya pikirkan di tengah suasana nyaman rumah kosan salah satu teman saya. Hasil pemikiran karena membaca salah satu novel Dee-yang takkan pernah mati dan bosan dibaca sepertinya-, Perahu Kertas.

Temaram awalnya-kini terang bederang. Bersama beberapa teman-teman sejurusanku-sehimpunan. Rapat wisudaan. Bertemu para wisudaan. Di tengah derasnya hujan yang muncul setelah mendung panjang. Diselimuti dingin nyaman. Sejuk. Tenang.

Meskipun sedang dicecar oleh senior-seniorita.

Kemarin lalu aku bilang berusaha sebaik mungkin mengenai cinta. Tapi kini aku semakin yakin cinta semakin memperumit dunia. Tak semua cinta. Khusus hanya yang terhadap lawan jenis. Cinta yang sering dibumbungkan dunia...

Kenapa? Karena aku selalu benci kisah cinta yang biasanya akan menyakitkan. Ambigu. Dan sering tak bisa dibaca. Tak jelas.

Terlalu menyangkal kehidupankah? Entah. Aku masih muda dan masih banyak tak tahu apa-apa. Tapi aku sudah bisa merasakan pahitnya. Dan pahit itu sulit tersiram manisnya.

Tak tahan menahan tangan karena perkataan para senior yang sepertinya senang sekali berucap dan berkata. Tapi di kuping kami terdengar seperti caci maki yang tak henti. Teringat akan interaksi.

Manis.
Getir.

Namun rasa ini begitu mudah mengalirkan manisnya tanpa peduli kegetiran yang pernah ada. Cinta. Tapi bukan cinta yang sering dibumbung-bumbungkan.

Dan hujan semakin deras. Petirnya senang bergabung dan mewarnai. Sejuk dan dingin. Keadaan yang begitu sukai dan nikmati untuk berpikir jernih.

Rintik hujan dengan volume yang tak sedikit menghiasi pandangan mata malam ini. Gemuruh petir menari-nari di telinga kami. Bahkan barusan kulihat warna pantulan kita ikut mewarnai rintik derasnya hujan.

Kalau aku boleh terbang dari lingkaran forum rapat ini, aku ingin sejenak mengingat senior yang dengan tangan yang begitu terbuka menyambut kami masuk ke dalam lingkungan yang sangat mereka jaga. Membahagiakan merasakannya. Bahkan jika hanya mengingatnya...

Kami segan padahal mereka sangat bersahabat. Menyayangi dan tak menolak disayangi. Sebuah kumpulan yang selalu menarik simpati dan keharuan yang aku miliki. Keras demi kami. Keras untuk mendidik kami.

Ah... Tapi aku jenuh membicarakan mengenai hal tersebut. Sudah seperti benang kusut saja pembicaraan yang melayang di udara di hadapan saya. Bosan. Jenuh.

Kedinginan.

Dingin ini terus menyeruak ke dalam titik terkecil pada diriku. Celana jins yang baru keluar dari dalam lemari hari senin kemarin ini bahkan mampu ditembus udara dingin ini. Lapisan yang aku pakai terlalu tipis untuk menghadapi malam hari ini.

Tapi hangat badan seorang teman membantuku mengatasi dingin ini. Kemudian lingkaran ini ditutup dan segera pecahlah sudah. Dingin lebih menusukku dari segala arah. Semua orang langsung bangkit dan aku hanya duduk diam di tempatku. Dan bersandar pada tasku yang berat dan besar. Dingin menusuk di semua titik. Kedinginan di awal malam. Namun ini nikmat. Aku suka ini. Nyaman diri ini.

Bebatuan yang menjadi dasar dan pilar selasar ini juga cukup menenangkanku. Karena jika kuingat jalan pulang, diriku akan segera kebasahan. Yang menjadi lebih miris jika dilihat dengan hati adalah karena aku tak mau satu-satunya sepatu kets-ku sekarang menjadi basah bermandikan hujan malam. Tidak.

Aku melihat sekelilingku namun masih terduduk di tengah hujan. Ingatanku terbang menuju salah satu tempat di kamarku yang menyimpan persediaan cokelat. Akan lebih nikmat rasanya jika hujan malam ini kunikmati di bangku kayu balkon lantai tiga rumah kosanku. Ditambah segelas cokelat hangat di gelas keramik ungu motif kucing-kesayanganku.

Memikirkan hal menyenangkan memang jauh lebih baik daripada duduk ditengah lingkaran kawanan perokok aktif. Dan jadilah aku perokok pasif yang menjadi akan mati lebih cepat dibandingkan mereka yang menyebabkan ini. Kesebalan lagi.

Berjalan d lorong kampus yang dihiasi pilar bebatuan. Perlahan. Meninggalkan tempat adanya kawan-kawan. Sebelum jauh berjalan tadi, aku sempat melihat sinar. Kilatan lagi. Dan seketika membuat aku ngeri. Kapan aku bisa maju tak gentar melawan seberkas sinar terang itu. Entah kapan. Padahal di tengah hujan seperti ini, kilatan itu senang sekali ada.

Menghirup udara bersih membuatku tenang dan mengembalikan pikiranku ke tengah lebaran Perahu Kertas.

Tepat ketika aku melewati satu batas antar pilar, kumpulan titik air dengan ringan menumbuhkan sensasi berat di antara akar rambut yang tumbuh di kepalaku. Bonus dari alam untukku. Anggap saja begitu.

Rintik hujan telah mengurangi volumenya namun cahaya penghias langit itu masih senang terbit menghiasi awan malam.

Kembali ke lembaran Perahu Kertas yang terduduk aman di dalam tasku.

Bukan aku orang yang enggan menjadi diri sendiri. Dan bukan aku orang yang enggan berhati-hati. Tapi, ya, ini aku orang yang terus hidup berusaha.

Kemaren dan hari ini. Bahkan maupun sekarang. Otakku sedang senang menjalin benang kusut. Dan ya itu benar bahwa tak nyaman dan tak nikmat ada di dalam benang kusut.

Ingin kuraih kejernihan diri seperti kemarin lalu lagi. Saat dimana aku bisa begitu fokus meskipun kesalahan datang menghampiri. Kini aku tak ada kejaran akan sesuatu. Dan aku justru tak mampu menginjak bumi dengan mantap.

Aku ingin sekali bisa bebas. Bebas benar-benar bebas. Karena sesungguhnya aku hanya bisa bebas sejenak dan kemudian terbebani lagi. Aku ingin bebas. Jadi aku belajar bebas.

Akan kulanjutkan diriku mengarungi kisah yang memberi banyak pelajaran diri. Dan akan kubiarkan diriku menjadi jernih kembali. Dengan pelajaran yang kudapat. Dengan makna hidup yang tak sengaja kulihat. Akan kubuat diriku mampu berdiri tegak lagi.

Menempel di atas kasur memang yang paling nikmat. Merasakan rajutan benang melindungi tempat kelembutan akan menangkap tubuh manusia. Menarik segala lelah.

Dan nikmat akan lebih terasa jika mampu menunaikan 5 waktu yang diwajibkan menemui Tuhan.

Mengingat Sang Penguasa Alam.

Bandung, 23 Maret 2010
Sedikit menanti cokelat hangat menyiram diri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar