LIFE LIFE LIFE

we do nothing except trying alive

Selasa, 21 Desember 2010

Membunuh Bosan Part.I

Di depanku ada seorang bapak tua yang sejak dulu kutau duduk di bangku itu. Bukannya aku tak menghargai pekerjaannya, usahanya untuk bekerja untuk kehidupannya, namun pasti aku iba melihatnya. Hati ini pasti bergetar...

Ada awal mula dari hal tersebut. Saatnya adalah saat aku kehilangan mbah kakungku dulu. Ada kisah dibalik saat tersebut. Ada banyak kejadian yang tak terlupakan, yang terkenang di jiwa dan mengendap dalam raga.

Beliau selalu menjadi mbah terbaik dan tersabar dalam ingatanku. Tak pernah mempunyai cela. Sayangnya dia akan selalu menyayangi adikku dibandingkan aku, bagiku. Kenanganku tentangnya juga tak sebanyak kenangan adikku. Yah kenyataan pun berpihak demikian. Selain itu, saat mendengar kabar dirinya yang jatuh sakit pun keputusanku tak berpihak padanya. Memang sih aku masih kecil, akan tetapi bukannya justru penilaian kita lebih murni saat kita masih kecil. Begitulah. Hal tersebut jugalah yang menjadi penyesalanku, aku yang sesungguhnya menyayangi mbah kakung sampai takkan pernah terlupa akan gambaran wajah sabar beliau.

Mungkin sejak kecil pula sebenarnya aku selalu merasa bimbang, harus memutuskan, dan bersalah kemudian akan apapun keputusan yang aku ambil. Peristiwa malam kabar mbah kakung jatuh sakit inilah yang menjadi buktinya. Jadi saat itu ada dua hal, pernikahan dan penyakit renta -yang kemudian berubah menjadi kematian. Ada dua hal, pihak ayahku atau ibuku. Pemikiranku saat itu bukanlah bahwa aku akan kehilangan mbah kakungku yang begitu berharga melainkan ayahku akan pergi sendirian, karena saat itu adikku sudah lantang menjawab akan ikut ibu. Hal ini pun membuat aku sadar kalau adikku memang selalu dewasa daripada aku, benarkah demikian? Namun karena kabar dari mbah kakung berubah, kami pun sekeluarga akhirnya berangkat semua.

Aku selalu sedih jika mengingat kalau aku tidak menangis saat melihat mbah Amin kakung tertidur tidak bergerak, tidak bernapas malah sebenarnya. Aku pun tak tau apa yang aku lakukan saat berjalan berputar-putar di bawah peti jenazah beliau. Namun tetap saja aku selalu ingat beliau saat tertidur itu, dari sudut pandang aku yang masih kecil saat itu. Mbah engga tergantikan kok mbah...

Kakak ibuku yang tertua mirip dengan beliau. Pakde, begitu aku memanggilnya, sudah pensiun dan tua, sudah punya beberapa cucu pula. Semakin pakde beranjak tua, semakin beliau terlihat serupa dengan mbah. Dan kemudian pakde dipanggil juga oleh sang kuasa. Kali ini aku menangis, aku bersedih, karena aku kehilangan pakdeku yang begitu berharga di saat terakhir hidupnya di dalam hidupku, dan juga karena seakan-akan aku membalas kesedihaku yang tertunda saat mbahku meninggal. Pakde bisa begitu kuat mengingatkanku akan mbah.


Sosok pria tua renta yang akan semakin menua hingga saatnya tiba.

Rabu, 08 Desember 2010

kalau saja seandainya di akhir soal ujian KDG ada soal bonus tentang komentar, kritik, dan saran perkuliahannya,

pasti gue bakalan nulis kayak gini :


Sebenernya saya semangat ikut kuliah bapak, soalnya selama ini saya selalu ngerti dan bisa mengikuti alur perkuliahan bapak. Tapi entah kenapa, di mata kuliah ini, saya engga semengerti itu. Prinsip bapak jelas-jelas engga berubah (saya tau soalnya bapak selalu mengutarakan itu saat bapak sudah kecewa dengan kami), prinsip saya juga masih sama. Sejauh ini saya selalu bingung kenapa saya jadi engga ikutin kuliah bapak dengan benar-benar. Sampai akhirnya sekarang, saat ujian berlangsung, saat saya mengerjakan soal-soal ujian, ujian akhir semester malah, saya akhirnya mengerti kenapa saya jadi sebegininya. Menurut saya, di mata kuliah ini bapak kurang ngasih latihan ke kita kita, bapak engga semerangkul kami lagi kayak dulu waktu masih awal masuk jurusan, bapak jadi sering marah-marah ke kami sekarang ini. Mungkin bapak emang kesel kali ya pak gara-gara kita engga bisa memenuhi harapan bapak, atau mungkin juga bapak bosen ketemu kita-kita, tapi seriusan pak, kembali ke masa bapak ngajar semester tiga dong pak, udah mata kuliahnya ringan, bapak entah mengapa ngajarnya asyik banget. Please pak, bapak boleh bosen, tapi ditahan-tahan aja deh pak. Tapi saya sih yakinnya bapak engga gitu, soalnya bapak orangnya baik kok, saya tau pak. Jadi pak, please, please, please, tolong kita sering adakan diskusi pancingan, diskusi sambil memvisualisasikan di pikiran masing-masing, diskusi sambil ngerjain soal. Hm, saya emang engga bisa menjamin kami bisa memenuhi harapan bapak sih, tapi paling engga it's better pak, serius deh. Insya Allah jadi lebih baik deh pak. Yaaaaa, pokoknya tolong dipertimbangkan ya pak. Makasih bapaaaaak...

Tapi setelah tadi di kamar mandi gue berpikir lagi, kayaknya engga mungkin juga  gue nulis kayak gitu, mungkin sih, tapi agak engga mungkin. Lagian kayak sempet aja nulis kayak gitu, orang soal ujian terakhir aja masih belom kejawab semua. Ckck. =p

Selasa, 07 Desember 2010

Be clever. Be creative. Be confident.

me of course, who else? =)

Sabtu, 04 Desember 2010

How To Know If a Guy Likes You

1. Take notice of how many times he looks at you. Do you catch his eye every time you glance at him?


1a. If he is looking at you frequently and flashes his pearly whites when you look at him, there is definitely some interest on his part.


1b. A quick turn of his head when you've caught him looking at you is also a good sign.


2. Check with your friends. Guys often take a greater interest in a girl's friends as a way to get closer to her.


3. Don't be offended if he is teasing or making fun of you. Guys are funny this way.


4. Take a step into a guy's personal space.


4a. If he likes you, he will welcome this closeness with you.


4b. If he backs away, this is a definite sign that he is not interested in a relationship with you.


5. Ask him out on a date. If he accepts, you'll know he is interested.


6. Think back on conversations you have had with him. Does he remember the little things that you said?


7. Ask him. If all else fails, let him know your feelings. After you have shared yours, ask him how he feels about you.