LIFE LIFE LIFE

we do nothing except trying alive

Jumat, 02 April 2010

Perjalanan Pulang...


Aku di stasiun kereta. Entah mengapa, suasana ini terasa klasik bagiku. Keinginan untuk menulis yang begitu menggebu-gebu sejak semalam pun rasanya menjadi tumpah ruah saat aku memandang suasana stasiun kereta api malam ini.

Inginku awalnya tak disini. Namun setelah saat ini dan selanjutnya, aku takkan menyesal berada disini.

Awalnya sendiri menikmati suasana sepi yang kurasa di tengah keramaian ini. Namun tak lama kemudian ada seorang teman datang menyapa dan, ah, jadi aliran kata menyeruak dari dalam kerongkonganku.

Menunggu dan terus menunggu. Sampai bosan rasanya aku. Mendengar dengungan mesin kereta api yang serasa tiada henti seperti mendengar untaian senandung sebelum tidur. Jadilah aku : mengantuk. Padahal siang tadi aku sempat ketiduran di tengah kejaran tugas yang sudah diujung waktu pengumpulan.

Mengeluh dan terus mengeluh. Sampai kering rasanya kerongkonganku. Padahal tangan terlalu malas untuk mengambil dua botol minuman dengan jenis yang berbeda di dalam tas yang menindih jemari kakiku dengan beratnya.

Berpindah tempat berpijak dan tetap merasakan aura klasik yang sama. Entah mengapa, bagiku, menunggu di stasiun pada waktu seperti ini sungguh indah. Memiliki nilai estetika tersendiri dari mataku.


Lalu angin sejuk berhembus dari depanku. Menyapu wajah dan terasa sangat halus membelai telinga. Nikmat. Salah satu hal yang bisa menbuat dunia dijuluki surga. Surga dunia. Hanya saja saat seperti itu bisa dirusak hanya dengan sedikit kepulan asap rokok. Untungnya tak ada di dekatku sekarang ini. Sekali lagi. Nikmat.


Dan hujan tiba-tiba membasahi pemandangan di depanku. Tak lama berselang, pengumuman kedatangan kereta api yang kutumpangi datang jua. Tak sabar aku ingin langsung duduk dan bersantai di dalamnya. Juga menikmati santapan yang menggiurkan yang sudah aku beli langsung saat aku tiba di stasiun.

Temanku mengambil alih tasku. Yang harus dijinjing dan berat itu. Dan ada toshi-laptopku sayang-di dalamnya. Jadi terharu. Padahal saat kami beranjak untuk duduk, ia tidak menawarkan hal tersebut. Namun kini ia langsung saja mengambil alih tasku.

Musik familier di telingaku. Paramore. Dan tiba-tiba aku rindu 'Decode'. Ah, maaf terpotong sebentar.

Momen saat kereta tiba pun asyik sekali untuk dinikmati. Di dalam orang-orang bersiap untuk turun sementara kami yang di luar sudah tak sabar ingin naik. Aku tak sabar. Namun temanku menjernihkan pikiranmu. Membuat aku mempertimbangkan pilihan untuk tetap menunggu sebentar. Dan begitulah aku kemudian. Memandang orang-orang yang terlihat cukup repot di dalam dan berdesak-desakan di pintu menunggu giliran masuk. Tentu saja aku malas seperti itu.

Dan akhirnya disinilah aku. Duduk di seat number 11A di sebelah seorang pria dewasa yang mungkin seumuran dengan omku dan membawa handphone canggih di tangannya. Wow.

Dan disinilah aku. Sudah berpisah jalan dengan temanku. Sudah menghabiskan makanku. Sudah kenyang. Sudah seru menulis sambil menikmati musik di telingaku. Sudah cukup nyaman dengan posisiku. Sudah mengantuk.

Namun makanan ringan yang biasa dibagikan belum datang. Aku menunggunya datang dulu...

Jadi teringat suatu sore saat aku menjadi penumpang kereta yang sama seperti saat ini, pendingin ruangannya membuat aku menjadi begitu beku. Terlalu dingin sekali.
Malam ini hujan. Aku sudah persiapan dengan sweater wol tebalku. Belum terasa menusuk. Tidak tahu nanti.

Mataku semakin berat ingin terpejam.

Lalu aku teringat malam itu. Di saat aku dan orang itu hanya berdua. Seharusnya sibuk namun kami menggila. Dia gila kusadarkan dan kubuat ia kembali waras. Aku gila ia hanya menonton dan mengataiku yang macam-macam. Dasar.

Namun belum, belum, bukan malam itu kami mengalami keretakan. Bukan.

Melihat banyak orang yang juga sibuk membuatku berusaha untuk bisa sibuk juga. Malam itu. Namun aku entah jadi sibuk apa. Sibuk menilai dia mungkin.

Dan akhirnya ia menyinggung hal yang paling enggan aku singgung saat berbicara dengannya. Dan aku masih ingat apa yang dikatakannya. Hebatnya aku sanggup tak berkomentar banyak. Hebatnya aku cukup diam malam itu. Satu yang memang selalu aku junjung tinggi saat bersamanya. Aku tak ingin hubungan kami berubah. Terkadang, begini lebih baik dibandingkan lebih. Hubungan kami dari kacamataku yang berbeda model dengan kacamatanya terlihat begitu indah selama ini.

Aku dengannya entah merasa apa. Apakah semua orang selalu begitu pasti ada dan tak ada perasaan dengan seseorang? Well, aku masih tak mengerti tentang semua hal ini.

Tunggu. Aku mengambil sebuah selimut saat ada seseorang yang menawarkan selimut sambil berjalan di lorong yang tersedia di antara bangku penumpang kereta. Ini sewa? Oh aku ragu.

Dan ternyata memang sewa!!! Hahahaha... Sepuluh ribu rupiah untuk sebuah selimut sewaan apakah terlalu mahal? Hmm, tak apa. Sesekali. Lagipula aku mulai kedinginan. Hidungku mulai terlalu menusuk untuk bernapas. Oh tidak. Oh tidak lagi. Ada yang baru membuka makanannya. Aku tergiur. Hahahaha...

Kembali lagi padanya yang menurutku terlalu abstrak untuk dibaca. Dan terlalu mudahnya aku berharap pada seseorang hingga mampu melihat dirinya hingga sejauh ini. Tidak. Sejauh ini kami selalu menjadi teman. Akan selalu menjadi teman.

Aku dengannya tak selalu bahagia. Tengkar dan hina terkadang terlontar dari mulut kami. Namun aku tak tau kemana akhirnya semua ini bermuara. Harapanku biasanya. Namun terkadang ingin saja kubawa lebih. Entah.

Selimut ini cukup menghangatkan diriku. Bukan bayangan tentang dirinya yang kini membayangi diriku. Lagipula mataku sudah mulai menutup. Begitu mengantuk diri ini. Ingin tertawa saja tapi menghadapi kenyataan seperti itu.

Lalu setelah aku terlelap entah berapa lama. Dan ada beberapa pesan di ponselku. Aku masi belum sampai rumah. Dan sudah dua jam perjalanan aku tempuh.

Itls still so far away from home and I'm still soooo asleep. May I just go back to sleep?

Salah sati contoh yang paling nyata 'tak bisa dibangunkan di tengah tidur' adalah ibuku. Apa efek samping yang ada apabila kata dalam tanda kutip satu itu dilanggar. Get a headache. And it's painful. I don't like it by the way.

Ooooh. Masih mengantuk aku. Masih berada di kerangka besi yang melaju kencang di jalurnya. Dan masih belum sampai.

Kapan kita tiba pak pengemudi kereta?

Pak masinis juga ternyata tak bisa menjamin.

Jadi dibiarkanlah aku ini mengantuk saja. Hanya takut aku terlewat dari tempat tujuan. Repot jadinya, bahaya.

Lalu aku jadi suka melihat keluar jendela, ke tengah kegelapan malam. Sering kudisambut titik titik kecil cahaya namun aku lebih sering memeluk kegelapan. Gelap.

Ah. Aku masih senang berada di kerangka besi ini. Masih senang duduk di sebelah jendela malam. Masih senang mengantuk-antuk menunggu tempat tujuan yang datang. Namun ternyata aku mulai tak nyaman di sebelah orang itu. Maaf pak. Tapi serius, sudah tak nyaman. Jadi kangen seorang teman...

Aku melihat cahaya cahaya kecil itu berderet berbaris rapi. Indah.

Lalu kereta melaju kencang. Lalu kereta melaju lambat. Meninabobokan diriku. Semakin mengantuklah aku.

Dan tiba tiba sudah dekat. Aku tak dengar pengumuman karena terlalu kupingku sudah dipenuhi suara musik.

Segera bersiap.

Terburu-buru.

Panik.

Masih kecewa karena tak dapat kudapan.

Bandung-Bekasi
01 April 2010

1 komentar:

  1. nuli sayang,,, maaf.. may ga sengaja baca,,, hehe
    perjalanan yg melelahkan ya sepertinya,,,^^
    SEMANGAT,, yah,, meskipun may ga tw siapa "dia" yg kau maksud... -mayuri greenleaf zelda-

    BalasHapus